BARANG TEMUAN
Dalam istilah fiqh barang temuan disebut dengan “Al-Luqathah”. Menurut Wahbah Zuhaili Luqathah adalah:
ما يلتقطه الإنسان من بني ادم أو الأموال، أو الحيوان
“Sesuatu yang dipungut (dikutip) berupa manusia, atau harta, atau hewan” (Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam wa adillatuhu jilid V hal 764)
Yaitu setiap harta yang terjaga yang dimungkinkan hilang dan tidak dikenali siapa pemiliknya. Jika yang ditemukan itu hewan maka lebih sering disebut dengan Dhaalah.
Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:
احْفَظْ وِعَاءَهَا، وعَدَدَهَا، وَوِكَاءَهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلاَّ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا
“Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah.”
Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun.’” (Shahih Bukhari V/78, no. 2426, Shahih Muslim III/1350, no. 1723)
Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدَ لُقَطَةً فَلْيُشْهِدْ ذَا عَدْلٍ أَوْ ذَوَيْ عَدْلٍ ثُمَّ لاَ يُغَيِّرْهُ وَلاَ يَكْتُمْ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا وَإِلاَّ فَهُوَ مَالُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ
“Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.’” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2032, Sunan Abi Dawud V/131, no. 1693)
Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai berikut:
- Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Menurut suatu pendapat, hukum memungut barang temuan wajib, jika luqathah ditemukan ditempat yang tidak aman. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain” ( QS. At-Taubah [9] : 71)
Sebab, sebagian kaum mukminin wajib menjaga kekayaan sebagian kaum mukminin lainnya.
- Sunnat, sunnat mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
- Makruh, Imam Malik dan kelompok Hanabilah juga sepakat bahwa memungut barang temuan itu hukumnya makruh, alasannya adalah karena seseorang tidak boleh mengambil harta saudaranya serta dikhawatirkan orang yang mengambil itu bersifat lalai menjaga atau memberitahukannya. (Ibn Rusyd, Bidayah al Mujtahid)
- Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang tersebut. (Lihat kitab Fiqhus sunnah)
Hukum memungut luqathah juga haram jika berada dikawasan tanah haram (Mekah) Apabila seseorang memungut luqathah dengan berniat memilikinya, dia harus mengganti karena dia telah bertindak lalai. Hal ini sesuai dengan hadist ,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُلْتَقَطُ لُقَطَتُهَا إِلَّا لِمُعَرِّفٍ
Dari Ibnu Abbas berkata, dari Rosululloh bersabda,’’tidak boleh dipungut barang temuannya (tanah suci) kecuali bagi yang mengumumkannya’’ (HR. Bukhari 8/292).
- Jaiz atau Mubah, Jika luqathah ditemukan dibumi tak bertuan atau di jalan yang tidak dimiliki seseorang atau di selain tanah haram Mekkah. Di dalam kasus semacam ini, seseorang diperkenankan memilih antara memungut luqathah untuk dijaga dan dimiliknya setelah luqathah diumumkan, atau membiarkannya. Namun lebih diutamakan memungut luqathah jika dia percaya mampu menangani berbagai persoalan yang berkenaan dengan luqathah. (Wahbah Zuhali. Fiqih Imam Syafi’i jilid II)
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN BARANG TEMUAN
- Apabila barang temuan berupa barang yang tidak berharga, maka boleh bagi siapapun memungutnya dan boleh baginya memanfaatkannya secara langsung tanpa mengumumkannya dan tidak harus menyimpankannya untuk pemiliknya.
- Sesuatu yang tidak berharga maksudnya sesuatu yang murah yang biasanya manusia tidak menggubrisnya, seperti sebutir kurma, secarik kain, buah- buahan yang terjatuh, uang yang tidak berharga, seutas tali, sepotong roti, kue, pena dan semisalnya. (Lihat Minhajul Muslim hlm. 410, Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil, Tahqi)
- Jika Luqathah berupa sesuatu yang berharga, seperti emas, perak, uang, atau barang- barang berharga lainnya, maka wajib bagi yang memungutnya untuk mengumumkannya selama satu tahun penuh, jika datang pemiliknya menyebutkan ciri- ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka barang harus diserahkan, jika tidak dijumpai pemiliknya setelah satu tahun penuh, maka boleh bagi sang pemungut memanfaatkannya atau menyedekahkannya, atau tetap menyimpannya, dan dia harus berniat menjamin barang tersebut jika suatu ketika pemiliknya datang mencari.
- Apabila berupa kambing dan semisalnya, maka boleh dipungut dan dimanfaatkan secara langsung menurut pendapat yang kuat
- Apabila berupa onta dan semisalnya, maka haram memungutnya secara total. Para ulama mengatakan bahwa onta yang hilang tidak boleh dipungut sebab onta tidak dikhawatirkan binasa jika dibiarkan tidak dipungut, lantaran dia bisa hidup walaupun tidak dipelihara dan dia bisa melindungi dirinya dari binatang buas karena badannya yang besar lagi kuat.
- Semua binatang yang bisa hidup tanpa dipelihara dan bisa melindungi dirinya dari binatang buas, maka jika binatang tersebut hilang, haram hukumnya memungutnya, seperti Sapi, kijang, kuda, burung- burung yang halal, dan sebagainya. (Kitab Taudhihul Ahkam 4/284-287)
- Apabila barang temuan itu terdapat tanah Haram (Masjidil Haram) maka haram memungutnya, dan jika dipungut, siapa yang memungutnya harus mengumumkan selama sampai dijumpai pemiliknya jika, atau diserahkan kepada pihak yang berwenang dalam urusan barang hilang.
- Anak manusia yang ditemukan wajib bagi siapa saja yang mengetahuinya untuk memungutnya, hal itu lantaran tolong menolong dalam kebajikan adalah wajib, dan menyelamatkan jiwa manusia adalah wajib, sedangkan menelantarkannya adalah dosa dan pelanggaran.
- Anak manusia yang ditemukan dan tidak diketahui nasabnya, maka dia dianggap muslim jika ditemukan ditempat yang mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin dan dia dianggap sebagai orang merdeka (bukan budak), lantaran hukum asal manusia diciptakan Allah dalam keadaan merdeka.
- Bagi orang yang memungut barang temuan maka disyari’atkan untuk mengangkat saksi atas penemuan barang tersebut. Mayoritas para ulama mengatakan bahwa hukum mengangkat saksi ketika memungut Luqathah adalah sunnah, hal itu lantaran dengan adanya saksi, maka barang temuan lebih terpelihara, lebih jauh dari bercampurnya dengan harta pribadinya, lebih menghindari kemungkinan lupa dari sang pemungutnya, lebih jauh dari khiyanat, atau seandainya pemungutnya mati, maka ahli warisnya tetap menunaikan hak milik orang lain.
- Dilarang menyembunyikan luqathah. Haram bagi orang yang memungut Luqathah untuk menyembunyikan Luqathahnya, karena hal ini termasuk khiyanat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas; ‘’Barangsiapa menemukan Luqathah, maka hendaklah ia mencari saksi seorang atau beberapa orang jujur, kemudian tidak boleh menyembunyikannya…’’
- Barang temuan itu diumumkan di tempat-tempat yang sekiranya akan didatangi oleh orang pencari barang hilangnya dan tempat itu menjadi tempat berkumpulnya manusia, seperti tempat berkumpulnya manusia yang dekat dengan tempat ditemukannya barang tersebut, karena biasanya orang yang kehilangan barang akan mencari ketempat tersebut.
- Jika hal di atas tidak memungkinkan, maka bisa juga bagi sang pemungut menyerahkan kepada pihak- pihak yang berwenang untuk mempermudah pencarinya dan lebih aman bagi barangnya, seperti kantor polisi setempat kantor kelurahan setempat, dan semisalnya, atau jika surat kabar menjadi suatu wahana yang memudahkan urusan ini maka surat kabar sudah cukup menjadi tempat mengumumkan barang yang hilang. (Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 4/285)
Orang yang memungut barang temuan ketika mengumumkannya hanya menyebutkan jenis Luqathah secara global, jika menemukan uang maka dia menyebut uang, jika perhiasan maka dia sebiutkan perhiasan dan seterusnya, tidak boleh menyebutkan semua ciri- ciri dan jumlah barang tersebut secara mendetail, karena dikhwatirkan adanya orang- orang yang tamak akan mengklaim/ mengaku- ngaku barang itu adalah miliknya padahal bukan. (Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 4/287)